Ayah Memaafkan, Ibu Tuntut Bayar dengan Nyawa

Duka Keluarga Ahmad Yoga Fudholi, Mahasiswa Al Azhar yang Tewas Dikeroyok Seniornya
Jasad Ahmad Yoga Afudholi, 19, korban tewas karena pengeroyokan di Universitas Al Azhar, sudah dikebumikan di TPU Pondok Benda, Pamulang, Tangsel. Meski belum bisa menghilangkan keduakaan, pihak keluarga berusaha mengikhlaskan musibah yang menimpa Yoga. Hanya saja, keadilan yang seadil-adilnya tetap diminta keluarga ditegakkan. KING HENDRO ARIFIN, TANGSEL
Kediaman orang tua Yoga-sapaan akrab korban-yang terletak di Kompleks Griya Jakarta, Jalan Sawo Blok D3/1 Pamulang, terlihat cukup rindang. Pohon rimbun membuat suasana di sekitar rumah tersebut terasa sejuk. Di luar pagar, masih terlihat jajaran karangan bunga belasungkawa. Saat INDOPOS datang, kedua orang tua almarhum, Zirmansyah, 49, dan Anis Kurly, 45, terlihat sedang berbincang di teras rumah. "Kami baru saja sampai di rumah. Jadi tunggu sebentar yah, saya mau salat dulu," ujar Zirmansyah, ayah almarhum sembari mempersilahkan INDOPOS duduk di sofa cokelat di teras rumah.
Menunggu sekitar 10 menit, Zirmansyah yang tidak lain dosen Psikologi di Universitas Al Azhar ini terlihat lebih segar dari sebelumnya. Bilasan air wudhu sebelum salat membuat wajah ayah beranak 4 ini lebih cerah dan bersinar. Zirmansyah merupakan ayah dari Ahmad Yoha Afudholi, mahasiswa semester III yang tewas dipukuli oleh rekan sekampusnya karena dituduh mencuri helm. "Dari pagi banyak sekali tamu, jadi baru ini sempat salat," terangnya dengan senyum lalu duduk di bangku kayu berhadapan dengan INDOPOS.
Dengan wajah tegar dan suara yang datar, pria asal Bengkulu ini bersedia menjawab pertanyaan INDOPOS. Menurut Zirmansyah, kematian merupakan fase yang pasti dilalui oleh semua orang. Hanya memang yang menjadi penyesalan, kematian anak keduanya, teramay tragis. Cuma hanya karena kesalahan yang belum tentu dilakukan oleh almarhum Yoga.
Seperti diketahui, Yoga dikeroyok sesama mahasiswa universitas Al Azhar akibat dituduh mencuri helmet. "Itu motor kawasaki ninja anak saya. Itu disampingnya helem dia yang warna biru dan hijau. Jadi sangat tidak logis, kalau almarhum dituduh mencuri helmet," ucapnya sembari menunjuk menggunakan jari ke arah motor dan helem yang tersimpan rapih di sisi teras rumah. Kejadian tragis yang merenggut nyawa Yoga terjadi sore hari di lapangan bola Universitas Al Azhar Jakarta pada Selasa, 6 Desember 2011.
Saat itu, sekitar pukul 17.00 WIB, Ahmad Yoga dituduh mencuri helm semeda motor yang diparkir di kawasan kampus tersebut oleh para seniornya. Ceritanya, saat itu salah satu pelaku Eka Zulfikar mengaku kehilangan helmnya di tempat parkir kampus. Eka lalu menanyakan ke tukang parkir yang mengaku tahu ciri-ciri pencuri helm tersebut.
Eka lalu meninggalkan nomor kontaknya kepada tukang parkir untuk dihubungi jika orang yang dimaksud kembali ke tempat parkir. Ketika korban masuk tempat parkir, tukang parkir itu lalu menghubungi Eka. Akhirnya, Eka bersama teman-temannya, termasuk Dicky Ramadhan, mendatangi tempat parkir. Mereka langsung mengerubung Yoga dan dikeroyok. Yoga yang merasa tidak mencuri helm menjadi bulan-bulanan para pelaku. Hingga ada yang memukul dengan keras bagian lehernya dan korban pun tak sadarkan diri.
Korban yang sempat dilarikan ke RS Pertamina Pusat tidak dapat diselamatkan. Karuan saja hal itu membuat malu pihak universitas. "Memberhentikan secara tidak hormat Dicky Ramadhan dan Eka Zulfikar," kata Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Al-Azhar, Ahmad Lubis. Selain membuat malu kampus, musibah itu juga bagai petir di siang bolong bagi pihak keluarga korban. Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba mereka diberi kabar dari kampus bahwa anak yang selama ini dikenal baik, periang, dan bersahaja tiba-tiba harus pergi meninggalkan keluarga selama-lamanya.
Anis Kurly, ibunda Yoga, mengaku tidak percaya dengan kejadian yang menimpa anaknya yang terlahir di Bengkulu, 12 Oktober 1992 silam, tewas dipukuli. Menurutnya para pelaku tidak ubahnya seperti sekumpulan pengecut yang bergaya sok gagah. Apabila tidak dengan cara dikeroyok atau berkelahi satu lawan satu, sang ibu yang menggunakan jilbab ini meyakini bahwa anaknya akan mampu menghalau pukulan dari lawannya. "Anak saya itu bisa Taekwondo. Tapi mereka (para pelaku) beraninya keroyokan, pengecut," ujarnya getir menahan isak.
Kini Yiga telah tiada, keluarga yang sudah ikhlas melepasnya pergi hanya berharap kepada aparat penegak hukum. Anis Kurly berharap para pelaku dihukum seberat-beratnya atas apa yang telah mereka lakukan terhadap Yoga. Sebagai seorang ibu, kehilangan anak, merupakan sesuatu yang sangat berat. "Harus dihukum pelaku dengan seberat-beratnya. Bila perlu nyawa bayar nyawa," ucapnya. Meski rasa kehilangan atas Yoga yang tercatat sebagai mahasiswa semester III, tidak akan lekang dimakan waktu, sang ayah mengaku sudah memaafkan kejadian ini.
Baginya, kejadian yang menimpa sang anak dijadikan pembelajaran bagi semua, jangan pernah terjadi lagi pada anak-anak yang lain. Soal kelanjutan proses hukum, Zirmansyah sendiri menyerahkan semua pada hukum yang berlaku. Apapun keputusan pihak kepolisian, maka bagi Zirmansyah itu adalah putusan yang adil bagi para pelaku. "Jujur, sejauh ini saya belum tahu kronologis dan motif sebenarnya. Saya masih dengar melalui media karena alasan dugaan mencuri helm," ucapnya.
Sejauh ini, pihak keluarga juga belum dipanggil oleh pihak kepolisian meski sudah ada dua tersangka yang diamankan. Bahkan, dua tersangka itu pun menurut Zirmansyah, sama sekali tidak pernah dilihatnya secara langsung. "Saya memang mengajar di Al Azhar tapi sampai saat ini, saya belum mengenal wajah mereka. Karena jurusan mereka berbeda dengan tempat saya mengajar," ujarnya.
Pihak keluarga mengaku belum dihubungi keluarga tersangka yang saat ini sudah ditahan. Meskipun sebatas untuk meminta maaf atas kejadian ini. "Belum ada kami menerima telepon dari pihak keluarga tersangka sekadar untuk meminta maaf. Mungkin pihak keluarganya pun tidak tahu kalau mereka (pelaku) ditahan," ujarnya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Leave A Comment...