Bisa Buat Mochi Khas Jepang, Latih Mahasiswa Kelola Acara
ewin
22.36

KESEMPATAN LANGKA: Tradisi minum dalam Festival Bonenkai yang diselenggarakan Bogor Hotel Institute.
Sejak digelar 2006 lalu, Festival Bonenkai telah menyedot ribuan perhatian masyarakat yang menggemari budaya Jepang. Hal ini menjadi daya tarik bagi Bogor Hotel Institute (BHI) sendiri selaku penyelenggara, karena di samping belajar mengelola kepanitiaan suatu acara, juga sebagai praktik mereka sebelum terjun ke dunia kerja sesungguhnya.LAPORAN: MUHAMMAD RURI ARIATULLAH
TIDAK hanya mengandalkan seni serta kartunnya, Festival Bonenkai juga disuguhkan berbagai sajian makanan lezat dan menggugah selera. Salah satunya pembuatan mochi khas Jepang dengan cara yang tak kalah unik dengan pembuatan mochi khas Sukabumi.
Proses pembutan mochi khas Jepang ini menggunakan bahan ketan yang diolah sedemikian rupa setelah itu ditaburi dengan kacang yang sudah dimasak terlebih dahulu. Rasanya pun sangat enak karena bahan yang digunakan bersifat alami.
Festival Bonenkai ini selalu menjadi daya tarik tersendiri di setiap tahunnya terutama pada kalangan pelajar dan mahasiswa. Acara yang berjalan dua hari ini berlangsung meriah dan sangat menghibur para pengunjung.
Ketua panitia pelaksana, Sofarudin mengatakan, Festival Bonenkai diselenggarakan BHI bekerjasama dengan Hotel Salak sejak 2006. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Bonenkai kali ini menghadirkan mikoshi (arak-arakan tradisional Jepang), yang biasa ditampilkan dalam festival kebudayaan Jepang di Jakarta, seperti Jak-Japan Matsuri dan Ennichisai. “Ada nuansa sakral dari arak-arakan khas Jepang itu,” katanya.
Festival Bonenkai, jelasnya, tidak hanya menampilkan berbagai jenis kebudayaan Jepang, namun juga menggali kebudayaan Jepang dan Indonesia, dengan menampilkan tarian tradisional Indonesia, seperti Tari Jaipong, Tari Merak, Tari Sagu, dan Tari Perang.
“Festival Bonenkai tak hanya memperkenalkan budaya Jepang kepada masyarakat sekitar, namun juga mempromosikan pariwisata Kota Bogor melalui kolaborasi budaya Jepang dan Indonesia,” terang Sofarudin.
Sebenarnya BHI sempat membuat festival budaya Indonesia beberapa tahun lalu. Namun, sepi peminat karena masih ada anggapan jika budaya dalam negeri terlihat kampungan dan tidak memiliki nilai seni jual. “Itulah mengapa kita memasukkan unsur budaya tradisional Indonesia ke dalam festival ini,” imbuhnya.
Ditambahkan Sofarudin, kepanitaan festival ini berasal dari mahasiswa BHI dengan tujuan memberikan pengalaman kepada mereka dalam mengorganisir suatu acara. “Apalagi mereka kan akan menjadi duta bangsa jika bekerja diluarnegeri. Tentunya, harus memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk bekerja di negara asing,” tandasnya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Leave A Comment...