Dua Pelajar Tewas Dibantai Aparat Kantor Camat dan Desa Dibakar Massa
ewin
18.57
BIMA–Anggota Polres Bima didukung kekuatan Brimob, akhirnya membubarkan paksa massa Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) yang telah menduduki Pelabuhan Laut Sape, Bima, NTB, selama lima hari.Akibatnya, tiga orang pengunjuk rasa tewas, sementara belasan lainnya luka-luka. Dua korban tewas masih berstatus pelajar, yakni Arif Rahman (19) dan Syaiful (17). Sementara seorang lainnya bernama Ansyari (20). Ia tewas akibat tembakan peluru yang diduga dari aparat keamanan.
Pembubaran paksa dilakukan aparat kepolisian, menyusul upaya negosiasi yang dilakukan Polres Bima dibantu Polda NTB tidak membuahkan hasil. Massa FRAT tetap menduduki Pelabuhan Laut Sape.
Selama lima hari Pelabuhan Sape diblokir warga, ratusan penumpang dan truk tujuan Labuan Bajo maupun Sumba, NTT tertahan dan tidak bisa menyeberang. Begitu pula sebaliknya, warga arah Timur yang menyeberang dengan feri ke Pelabuhan Sape, tertahan di Labuan Bajo maupun Sumba.
Informasi diperoleh koran ini, pembubaran massa FRAT yang memblokir Pelabuhan Sape dilakukan aparat kepolisian sekitar pukul 06:30 Wita, kemarin. Awalnya, pasukan Brimob dibantu anggota Samapta Polres Bima bergerak ke Pelabuhan Sape, yang diduduki massa FRAT.
Karena pintu masuk Pelabuhan Sape ditutup massa, aparat harus membuka paksa pintu gerbang. Ketika aparat memasuki areal pelabuhan, massa mundur ke pintu masuk Dermaga.
Sebelum bertindak, aparat yang dipimpin langsung Kapolres Bima Kota AKBP Kumbul KS SIK didampingi Kasat Brimob Polda NTB, melakukan negosiasi dengan massa FRAT, tetapi usaha itu gagal. “dilakukan tiga kali. Tapi, hasilnya tetap sama. Massa tetap ngototbertahan,” beber salah seorang warga Sape, Haris.
Aparat kemudian mengeluarkan tembakan peringatan. Namun, tembakan itu dijawab massa dengan mengangkat senjata tajam berupa parang, tombak, bambu runcing dan senjata tajam lain yang telah dipersiapkan dari awal. Saat itulah, aparat mulai beringas. Mereka menembak ke arah kerumunan massa, sehingga suasana di pelabuhan mencekam.
Akibat bentrokan itu, sejumlah massa terkapar di Pelabuhan Sape. Massa lainnya, melarikan diri hingga harus terjun ke laut.
Tiga orang dilaporkan meninggal dunia, yakni Arif Rahman (19), Syaiful (17) dan Ansyari. Sumber lain menyebutkan jumlah korban jiwa sebanyak lima orang, tetapi baru dua orang yang teridentifikasi. Sementara korban luka mencapai puluhan orang.
Korban yang menjalani perawatan intensif di RSU Bima, yakni Sahbudin (31), Ibrahim (45), Awaludin (24), Suhaimin (23), Miftahudin (18), Masnun (17), Hasnah (39), Hasanudin (28), Ilyas Sulaiman (45). Mereka rata-rata mengalami luka tembak pada bagian kaki, luka sobek pada pelipis dan luka memar pada beberapa bagian tubuhnya.
“Beberapa warga yang terluka dilarikan ke rumah sakit. Warga yang kondisinya parah dirawat di RSU Bima,” terang Haris.
Selain membunuh dan melukai warga, aparat juga menangkap puluhan demonstran. Sebanyak 45 orang yang terdiri dari laki-laki dewasa dan enam anak-anak ditangkap. Bahklan, lima perempuan dewasa juga ditangkap polisi.
Tindakan anarkis polisi itu membuat massa meradang. Mereka kemudian melampiaskan kemarahan dengan merusak sejumlah sarana milik pemerintah maupun rumah warga yang pro-pertambangan.
Kantor Polsek Lambu dibakar massa. Rumah kepala Desa Rato dan rumah Sekretaris Camat Lambu, Abdurrahman, juga tak luput dari amukan massa. Bahkan, kantor urusan agama (KUA) dan kantor unit pelaksana teknis (UPT) serta rumah beberapa anggota DPRD Bima yang berasal dari Kecamatan Lambu juga tak luput dari perusakan.
Selain itu, sejumlah rumah milik warga yang dituding sebagai pendukung pertambangan juga dijadikan sasaran kemarahan, seperti di Desa Rato, Simpasai, dan Desa Lanta, hangus dilalap api. Pohon-pohon pun ditebang.
Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, Brigadir Jenderal Arif Wachyunadi, Sabtu petang, menjelaskan, aksi unjuk rasa warga Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima, dibubarkan paksa karena mengganggu ketertiban umum dan mengakibatkan orang dan kendaraan tidak bisa menyeberang. ”Penanganannya sudah melalui tahapan pola 4P, yakni pelayanan, pengendalian, penanggulangan, penindakan, ” kata Arif.
Sementara itu, Kabid Humas Polda NTB AKBP Sukarman Husein, menambahkan, dua orang tewas dalam kejadian itu dan puluhan warga luka-luka. “Ada yang luka ringan dan luka berat,” katanya kepada Lombok Post dihubungi via ponsel, tadi malam.
Warga yang meninggal dunia itu belum diketahui sebab kematiannya. Namun, keduanya tewas saat aparat kepolisian mengambil tindakan represif kepada massa yang hampir seminggu menduduki Pelabuhan Sape. “Saya tak tahu pasti penyebab kematiannya,” jelasnya.
Pembubaran massa yang berakibat pada meninggalnya dua warga itu, merupakan buntut dari aksi massa yang menduduki Pelabuhan Sape dalam kurun waktu lima hari. Menurut Sukarman, sebelum mengambil tindakan represif, pihaknya sudah melakukan pendekatan persuasif dan manusiawi. Tapi, massa itu tidak menggubris tahapan yang ditempuh aparat.
“Aksi menduduki pelabuhan itu sangat mengganggu kepetingan umum. Semuanya terhambat gara-gara aksi massa tersebut,” terangnya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Leave A Comment...