Sempat Dikurung di Rumah, Rela Hidup Susah

Jumlah mualaf Tionghoa di Indonesia khususnya Jakarta terus bertambah. Masing-masing, punya pengalaman spiritual yang menarik. Seperti apa? HERYANTO, Jakarta
DALAM lomba menulis mushaf Alquran di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, akhir pekan lalu, ada 605 mualaf Tionghoa yang ikut serta. Salah satunya, Ahmed Martin Jo.
Dia datang bersama istri dan keenam anaknya. Pria kelahiran Jakarta, 7 April 1946 itu resmi mengucapkan dua kalimat syahadat awal tahun ini. Dia mengalami kegalauan selama bertahun-tahun sebelum akhirnya memeluk Islam. Keputusan pindah agama, diambil setelah cukup lama mendalaminya. ”Saya sempat belajar dan masuk kuliah ilmu tarbiyah di Pesantren Cipayung, Tasik malaya, Jawa Barat. Tapi saya masih merasa belum puas. Saya masih terus belajar dan memahami secara mendalam. Itu pun masih belum tuntas,” katanya. ”Buktinya, waktu saya sudah memutuskan memeluk Islam, saya belum mahir menulis Alquran. Kalau baca Alquran sih sudah bisa sedikit-sedikit. Ini saya dapatkan waktu saya belajar shalat.
Jadi saya ikut belajar mengaji,” sambungnya. Lulusan Fakultas Teknik Universitas Trisakti itu mengungkapkan, ketertarikannya pada Islam berawal dari kunjungannya ke rumah seorang teman. Disana, dia melihat Alquran dan merasakan gejolak batin. Dia lantas mengutarakan keinginannya masuk Islam kepada keluarga, dan mendapat tentangan. ”Saya pernah dikurung tidak boleh keluar rumah. Tapi bertepatan waktu Magrib, saya berhasil lolos dan saya kabur kembali ke Cipayung. Tiga tahun saya belajar disana.
Ketika saya pulang, ternyata saya masih ditolak,” tuturnya. Keluarga besarnya mengiming-imingi modal usaha asal dia pindah agama lagi. ”Saya sebenarnya berasal dari keluarga konglomerat. Orangtua saya kesohor dengan nama usahanya PT NP Hongkong yang memproduksi mesin bubut di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Tapi saya bertahan tetap dengan agama Islam walau hidup saya susah,” ungkap pria yang berjualan onderdil di Asembreges, Jakarta Barat itu. Itu juga sebabnya, putra pasangan Han Kwie San dan Nuraini Lie itu terlambat menikah. Menikah pada 1991, kini dua dari tujuh anaknya masih kecil-kecil.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Leave A Comment...