Sentralisasi Guru Mulai Dikaji

"Kita sedang mengkaji dengan Kemendikbud ide itu. Dulu kan guru dalam binaan bupati/walikota, kita kaji, apa perlu itu dievaluasi," ujar Mendagri Gamawan Fauzi kepada wartawan di kantornya belum lama ini. Seperti diketahui, pada Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2011 dan HUT ke-66 PGRI di Sentul Internasional Convention Center (SICC), 30 November 2011, Presiden SBY merespon pembahasan mengenai pengelolaan guru, apakah dikelola pemerintah pusat atau daerah. Kalimat itu spontan disambut ribuan guru dengan teriakan "pusat".
"Dengarkan dulu," potong SBY. "Ada plus dan minusnya. Kalau dikelola pusat, ada plus dan minusnya," imbuh SBY saat itu. Gamawan menjelaskan, masalah ini harus dikaji secara mendalam, lantaran perubahan kebijakan masalah guru menyangkut banyak aspek. Perubahan, lanjut Gamawan, otomatis nantinya juga harus mengubah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota.
"PP harus diubah. Juga menyangkut mekanisme penggajian. Jadi pesan presiden tepat, harus dikaji dulu secara mendalam," ujar mantan gubernur Sumbar itu. Dia juga memberikan sinyal, kalau toh nantinya pengelolaan guru disentralisasi, maka tidak sepenuhnya urusan guru ditarik ke pusat. "Kalau misalnya mutasi guru antar SD yang bersebelahan, apa iya harus diurus pusat," kata Gamawan.
Sebelumnya, Mulai 2012 mendatang, pemerintah pusat melalui Kemendikbud akan mengambil alih pengelolaan guru yang selama ini dipegang kabupaten dan kota. Untuk penarikan 2.791.204 orang guru tersebut, lima kementerian, yaitu Kemendikbud, Kemendagri, Kemenag, Kemenkeu, dan Kemen PAN dan RB sudah membuat surat keputusan bersama (SKB) yang mulai berlaku tahun depan. Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan, guru sifatnya sangat mobile. Bisa dibayangkan kalau tidak ada pengaturan secara provinsional atau secara nasional maka yang terjadi ada kekurangan dan kelebihan guru di suatu daerah. Karenanya, harus dibuat jalur untuk mobilitasi tersebut.
”Masalah guru yang hangat. Apakah ditarik ke pusat atau provinsi. Guru sering kali jadi komoditas transaksional. Kenapa bisa, karena memang yang pertama guru terikat pada struktur pemerintahan terutama pemda sehingga bisa memanfaatkan atau dimanfaatkan. Tapi ketika ditarik ke nasional tidak ada hubungan pemda dan guru. Sehingga dieliminir transaksional itu,” ucap Nuh di Jakarta, (29/11).
Mantan Menkominfo tersebut mengakui, sekarang ini memang ada otonomi daerah (Otda). Tapi Otda tersebut tidak menyebutkan komponen ada saja yang di pusat dan daerah. Hanya kata pendidikan dipegang daerah saja. Aturan hukumnya juga hanya Peraturan Pemerintah (PP). ”Tidak secara eksplisit sebutkan komponen. Oleh karena itu memberikan keleluasaan bagi kita secara substansi pendidikan kalau mau didaerahkan ita tapi ada komponen yang diusatkan,” tegasnya.
Selama ini, lanjut bapak 1 puteri ini, ada perbedaan pengelolaan pendidikan di Kemendikbud dan Kemenag. Di Kemenag, semuanya sentralisasi. Bisa jadi nantinya ada yang didaerahkan juga. ”Kalau policy diutuskan guru sentralisasi ya kita sentralisasi. Kita perlu paying hokum kita buat. Kalau perlu PP kita rubah. Kalau perlu UU ya kita buat UU,” urainya. Mantan Rektor ITS Surabaya ini melanjutkan, inti dari SKB yang ditandatangi beberapa hari yang lalu tersebut adalah soal distribusi guru. Dimungkinkan terjadinya perpindahan antara kabupaten atau kota dalam satu provinsi. Proses pengaturannya dipegang gubernur.
“Kalau lintas provinsi yang tidak mungkin diselesaikan. Makanya ditarik ke nasional,” katanya. Kalau hanya mutasi antar kabupaten dan kota saja, tambah Nuh, tetap akan terjadi pembengkakak guru. Tetap ada daerah yang kekurangan dan kelebihan. Ia mengatakan, pemerintah sudah membuat 3 skenario untuk mengatasi hal tersebut.
Pertama, dibiarkan apa adanya. Kalau seperti itu, maka sampai 2015 Indonesia kekurangan 300.000 guru Skenario kedua, ujarnya, ada mutasi antar kabupaten dan kota dalam 1 provinsi. Pola ini bisa mengoptimalisasi dan hanya butuh 180.000 guru. Terakhir, guru dapat mengajar 1-2 mata pelajaran sekaligus. Sistem tersebut hanya butuh 50.000 guru baru. ”Perpindahan bisa sukarela. Sebelum ada SKB kita tawarkan. Ketika ada kelebihan guru, otomatis ada yang mengajar kurang dari 24 jam. Resikonya mereka tidak dapat tunjangan profesi. Tinggal pilih saja, mau tunjangan atau tidak,” ungkap Nuh.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Leave A Comment...