Tingkat Kemiskinan Papua 50 Kali Jakarta

JAKARTA–Reformasi birokrasi yang dijalankan pemerintah mulai merambah sektor kesejahteraan rakyat. Di antara sasaran pemerintah adalah menuntaskan kesenjangan ekonomi di beberapa daerah, terutama yang cukup mencolok terjadi di Provinsi Papua. Anggota Tim Pengawas Independen Reformasi Birokrasi, Sofian Effendi mengatakan, kemiskinan di Papua sangat mengakar. Dia memperkirakan, tingkat kemiskinan Papua 50 kali lipat dibandingkan DKI Jakarta. “Istilah pengukurannya adalah indeks kedalaman kemiskinan,” ujarnya. Jika dibandingkan rata-rata nasional, kemiskinan di Papua lima kali lebih buruk.

Effendi yang juga mantan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) itu menjelaskan, kesenjangan kemiskinan yang jauh antara Papua dan DKI Jakarta atau bahkan rata rata nasional, berdampak buruk. Di antara dampak yang paling ditakuti adalah jiwa nasionalisme penduduk Papua mulai kritis. Menurut Effendi, banyak gejala nasionalisme penduduk Papua yang mulai kritis. Di antaranya, bisa dilihat dari cara pandang mahasiswa asli Papua yang tersebar di kampus-kampus besar di Jawa.

Effendi mencontohkan, dia sempat berbincang dengan beberapa mahasiswa asal Papua di UGM. “Ungkapan mereka sangat miris. Mereka merasa tidak ada manfaatnya berada di negara ini,” ujar mantan Rektor UGM itu. Dengan letupan-letupan perasaan tadi, Effendi mengingatkan pemerintah agar tak khawatir jika sewaktu-waktu penduduk Papau ingin keluar dari Indonesia.

“Mereka nanti bilang; Say good bye Indonesia,” tutur Effendi. Effendi menjelaskan, mumpung belum telat, pemerintah diimbau untuk benar-benar memperhatikan peningkatan kesejahteraan di Papua. Dia mengatakan, gerakan reformasi jika berjalan sesuai semangatnya, bisa menjadi salah satu senjata mengentaskan Papua dari jurang kemiskinan yang akut. Menurut Effendi, lambatnya kemajuan perekonomian di Papua bisa disebabkan adanya sistem administrasi yang korup dan lamban.

Untuk itu, dengan ditariknya reformasi birokrasi hingga ke tata kelola pemerintah daerah, diharapkan sistem administrasi yang korup dan lamban bisa ditekan. Sebab, kata Effendi, setiap daerah yang mengajukan rencana reformasi birokrasi harus benar-benar menjalankan pemerintahan yang efektif dan efisien. Dia mengingatkan, pemerintah daerah jangan khawatir jika aparaturnya tidak sejahtera ketika menjalankan sistem administrasi pemerintahan yang bersih. “Sebagai imbalannya, pemerintah sudah menyiapkan tunjangan kinerja,” katanya. Tunjangan ini sering disebut dengan remunerasi.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Leave A Comment...